Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah anak
yang memiliki ganguan satu atau lebih dari proses dasar yang mencakup
pemahaman penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin
menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan,
berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau menghitung.
Batasan tersebut meliputi kondisi-kondisi seperti
gangguan perceptual, luka pada otak, diseleksia dan afasia perkembangan. Dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah
karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh
kegiatan belajarnya dengan lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun
di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai
kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh
hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat
psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat
menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang
luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning
disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan
(e) learning diasbilities. Di bawah ini akan dijelaskan dari
masing-masing pengertian tersebut.
1. Learning Disorder
atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu
karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami
kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya
terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan,
sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang
dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti
karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar
menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning Disfunction
merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi
dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya
subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya.
Contoh : siswa yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok
menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley,
maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3. Under Achiever
mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual
yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat
kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya
biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow Learner atau
lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang
memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities
atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu
belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi
intelektualnya.
Dari sedikit penjelasan diatas, dirasakan bahwa
orangtua perlu mengetahui bentuk kesulitan belajar yang dialami oleh
putra/puteri mereka agar lebih mengerti bentuk kesulitan yang putera/puteri
mereka hadapi. Banyak orangtua yang juga bertanya dan bingung tentang
pendidikan dan prestasi belajar anak, baik di sekolah maupun dirumah.
Bahkan belajar menjadi 4 golongan masalah yang
biasanya terjadi pada anak kita. Pada dasarnya seorang anak memiliki 4 masalah
besar yang tampak jelas di mata orang tuanya dalam kehidupannya yaitu:
1. Out of Law / Tidak
taat aturan (seperti misalnya, susah belajar, susah menjalankan perintah, dsb)
2. Bad Habit / Kebiasaan jelek (misalnya, suka jajan, suka merengek, suka ngambek, dsb.)
3. Maladjustment / Penyimpangan perilaku
4. Pause Playing Delay / Masa bermain yang tertunda
2. Bad Habit / Kebiasaan jelek (misalnya, suka jajan, suka merengek, suka ngambek, dsb.)
3. Maladjustment / Penyimpangan perilaku
4. Pause Playing Delay / Masa bermain yang tertunda
Perlu diketahui juga, awalnya banyak pendapat
yang menyatakan keberhasilan anak dan pendidikan anak sangat tergantung pada IQ
(intelligence quotient). Namun memasuki dekade 90-an pendapat itu
mulai berubah. Daniel Goleman mengungkapkan bahwa keberhasilan anak sangat
tergantung pada kecerdasan emosional (emotional intelligence) yang
dimiliki. Jadi IQ bukanlah satu satunya yang mempengaruhi keberhasilan anak,
masih ada emotional intelligence yang juga perlu diperhatikan.
Ini adalah kemampuan lebih yang dimiliki
seseorang dalam memotivasi, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan
emosi dan menunda kepuasaan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan
emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat,
memilah kepuasaan, dan mengatur suasana hati.
Dari berbagai penjelasan diatas, tentu banyak
sekali tugas kita sebagai orangtua dalam mendidik anak kita baik mulai dari
masa kecil mereka maupun hingga besar nantinya. Semua adalah tanggung jawab
yang mulia, sebagaimana anak adalah karunia dan titipan tuhan kepada kita. Maka
dari itu kita lah yang harus merawat dan memperhatikan perkembangan mereka, dan
akhirnya kita pula yang akan tersenyum bahagia melihat perkembangan mereka.
Marilah kita memulai belajar mengenali dan mendidik anak mulai dari sekarang.
0 komentar:
Posting Komentar
SiLahkan tinggaLkan komentar sebagai jejak bahwa Anda pernah berkunjung di zhaLabe.bLogspot.com.
Terima kasih !!!