ILustrasi Gambar |
Penghidupan
mereka dan keturunanya hanya tergantung pada alam, maksudnya hanya
memakan buah-buahan dan umbi-umbian yang tumbuh dengan sendirinya,
berburu binatang juga hal yang sangat penting untuk memenuhi
kebutuhannya. Pada saat itu dengan menggunakan alat berburu atau peralatan
pusaka andalannya yang terbagi atas 3 jenis yaitu Penai
(berbentuk pedang), Gajang (berbentuk keris) dan Tallu Buntik (sejenis
pisau pusaka bercabang tiga). Juga secara darurat biasa dibuat dari
bahan kayu yang runcing dan mambu runcing (barorang). Benda pusaka ini
melekat setiap hari di tubuh Nenek Matindo Dama dan seekor anjing
setianya, pada setiap kali pergi berburu dan kemana saja mengawasi
wilayah kekuasaannya.
Perjalanannya yang panjang dan sangat melelahkan,
menyusuri sungai dari arah Parombean ke hilir, dalam tubuh Nenek Matindo
Dama terluka akibat goresan batu cadas di sungai dan akhirnya
beristirahat di suatu tempat sekaligus mencari dedaunan dan ramuan
lainnya untuk mengobati lukanya tempat mengobati luka si Nenek Matindo
Dama dinamakan Rogo' (sekarang kampung tersebut diabadikan namanya).
Lelah
dan sakit terasa hingga sedikit pasrah dan akhirnya diputuskan
hingga kembali ke istananya, kembali ke Buntu Lalono. Darah Nenek
Matindo Dama yang menetes ke sungai konon kabarnya menjadi sesuatu yang
sering diceritakan berubah menjadi pemangsa sungai yang dikenal dengan
sebutan Kamandang.
0 komentar:
Posting Komentar
SiLahkan tinggaLkan komentar sebagai jejak bahwa Anda pernah berkunjung di zhaLabe.bLogspot.com.
Terima kasih !!!