![Photobucket](http://i1209.photobucket.com/albums/cc383/zhalabe/DUNIA%20ISLAM/miskin.jpg)
Saya adalah ibu dari
tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang
harus saya ambil adalah Sosiologi. Tugas terakhir yang diberikan ke para
siswanya diberi nama "Smiling." Seluruh siswa diminta untuk pergi ke
luar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan
mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk
mempresentasikan didepan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah
bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir,tugas ini
sangatlah mudah. Setelah menerima tugas tersebut, saya bergegas menemui suami
saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi
kerestoran McDonald's yang berada di sekitar kampus.
Pagi itu udaranya sangat
dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela
dan meminta agar dia saja yang menemani si bungsu sambil mencari tempat duduk
yang masih kosong. Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani,
mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang
yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian. Suatu
perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat mengapa mereka
semua pada menyingkir? Saat berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan
kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya berdiri dua
orang lelaki tunawisma yang sangat dekil. Saya bingung, dan tidak mampu
bergerak sama sekali.
Ketika saya menunduk,
tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih
dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum" kearah saya. Lelaki ini
bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia
menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya'
ditempat itu. Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan
sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang
akan dipesan. Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat
oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang memainkan
tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya.
Saya segera menyadari
bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru
itu adalah "Penolong"nya. Saya merasa sangat prihatin setelah
mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama
mereka,dan kami bertiga tiba2 saja sudah sampai didepan counter. Ketika wanita
muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan
kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan
"Kopi saja, satu cangkir Nona." Ternyata dari koin yang terkumpul
hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan direstoran
disini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang
harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan
badan.
Tiba-tiba saja saya
diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil
mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari
tamu-tamu lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka. Pada saat yang
bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga
sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'Tindakan' saya. Saya
baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya
menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta diberikan dua
paket makan pagi (diluar pesanan saya) dalam nampan terpisah.
Setelah membayar semua
pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk
mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat duduk suami dan anak saya.
Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut kearah meja
yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan
berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung
telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan
ini telah saya pesan untuk kalian berdua." Kembali mata biru itu menatap
dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah berkaca-kaca dan dia hanya mampu
berkata "Terima kasih banyak, nyonya."
Saya mencoba tetap
menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata "Sesungguhnya
bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada di sekitar sini
dan telah membisikkan sesuatu ketelinga saya untuk menyampaikan makanan ini
kepada kalian." Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan
haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya
merengkuh kedua lelaki itu. Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya
berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang
tidak jauh dari tempat duduk mereka.
Ketika saya duduk suami
saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang
saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk
memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-anakku!" Kami saling
berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar-benar bersyukur dan
menyadari,bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah kami telah mampu memanfaatkan
'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat
membutuhkan. Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan
meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu
persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan
kami.
Salah satu diantaranya,
seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap "Tanganmu ini telah
memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini, jika suatu
saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu
contohkan tadi kepada kami." Saya hanya bisa berucap
"terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan
restoran saya sempatkan untuk melihat kearah kedua lelaki itu, dan seolah ada
'magnet' yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung menoleh kearah kami
sambil tersenyum, lalu melambai-lambaikkan tangannya kearah kami.
Dalam perjalanan pulang
saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang
tunawisma tadi, itu benar-benar 'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh
saya. Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan
itu sangat HANGAT dan INDAH sekali! Saya kembali ke college, pada hari terakhir
kuliah dengan 'cerita' ini ditangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada
dosen saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil
dosen saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah
saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya
mengiyakan.
Ketika akan memulai
kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia
mulai membaca, para siswapun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan
ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen
dalam membawakan ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu
seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga
para siswi yang duduk di deretan belakang didekat saya diantaranya datang
memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya. Diakhir pembacaan paper
tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu
kalimat yang saya tulis diakhir paper saya ."Tersenyumlah dengan 'HATImu',
dan kau akan mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu
itu." Dengan caraNYA sendiri,
Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's,
suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam
terakhir saya sebagai mahasiswi. zhalabe.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar
SiLahkan tinggaLkan komentar sebagai jejak bahwa Anda pernah berkunjung di zhaLabe.bLogspot.com.
Terima kasih !!!