A. GAYA KUPU-KUPU (The Butterfly Dolphin Kick)
Renang gaya kupu-kupu adalah sebagai gaya lanjutan, artinya para
perenang untuk merenangkan gaya ini telah dapat melakukan gaya yang lain (gaya crawl
atau gaya dada). Renang gaya kupu-kupu yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah gaya kupu-kupu dolphin, yaitu gaya kupu-kupu yang menggunakan
gerakan tungkai menirukan lecutan ekor ikan dolphin. Gaya ini biasa
disebut gaya dolphin kick atau The Dolphin Butterfly Stroke (Kasiyo,
1980 : 15).
Pada awalnya gaya kupu-kupu merupakan modifikasi dari gaya dada,
dimana gerakan kakinya sama dengan gaya dada, sedangkan gerakan lengannya
(sapuan) berlawanan arah dengan gaya dada. Recovery lengan dilakukan di
luar air, tidak seperti gaya dada dimana recovery lengan dilakukan di
dalam air, sehingga gaya kupu-kupu ini dapat bergerak lebih cepat dibanding
dengan gaya dada. Gaya kupu-kupu ini disebut juga gaya dada modern.
Perkembangan berikutnya gerakan tungkai gaya kupu-kupu menggunakan gerakan
meniru gerakan ekor ikan dolphin, sehingga gaya ini disebut gaya dolphin.
Dengan gerakan tungkai ikan dolphin ternyata hasilnya lebih cepat
dibandingkan dengan menggunakan gerakan tungkai gaya dada. Hingga sekarang
setiap perlombaan renang gaya kupu-kupu selalu menggunakan gaya dolphin kick,
apabila dirinci teknik gaya kupu-kupu terdiri dari 5 bagian yaitu: (1) posisi
badan, (2) gerakan tungkai, (3) gerakan lengan, (4) pernapasan, dan (5) gerakan
keseluruhan (Sumarno, 1999 : 84).
Untuk pembahasan gaya kupu-kupu ini, menurut Dadang Kurnia (1987)
yang dikutip oleh Soejoko (1992 : 97) tinjauan tekniknya meliputi posisi tubuh,
gerakan tungkai, pernapasan, koordinasi antara gerakan tungkai dengan
pernapasan, rotosi lengan, koordinasi antara pernapasan dengan gerakan lengan,
perbaikan gaya dan koordinasi seluruh gerakan pada saat berenang.
B.
POSISI TUBUH
Sikap tubuh pada gaya kupu-kupu sama seperti pada gaya crawl yaitu
hidrodinamis, atau hampir sejajar dengan permukaan air (steramline).
Patokan posisi tubuh melihat dari sikap kepala ada 3 macam, yaitu: (1) kepala
masuk lebih dalam hingga di bawah lengan, (2) kepala hampir sejajar dengan
lengan, (3) kepala di atas lengan (Soejoko, 1992 : 97).
Menurut Tri Tunggal, dkk (2004 : 3) posisi tubuh gaya kupu-kupu
selalu berubah-ubah sesuai dengan irama gerakan tungkai, tubuh naik saat
lecutan tungkai menendang ke bawah, tubuh turun mengikuti gerakan lengan masuk
ke air agar lengan dapat mengayun dengan sempurna dan gerakan tungkai pada saat
menendang tidak terlalu dalam. Saat tendangan tungkai ke atas pinggul turun dan
bahu naik saat tungkai memukul ke bawah.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada gaya kupu-kupu agar dapat
menghasilkan posisi badan yang streamline, yaitu: (1) pada waktu
bernapas kepala diusahakan naik tidak terlalu tinggi, asalkan mulut telah
keluar dari permukaan air dan cukup untuk mengambil napas. Segera setelah
selesai pengambilan napas kepala menunduk kembali untuk menjaga posisi badan
yang steramline. (2) Gerakan menendang atau dorongan dari kedua tungkai
diusahakan tidak terlalu dalam karena hanya akan menambah tahanan depan saja
dan berusaha pada saat menekuk lutut diusahakan sedikit saja jangan terlalu
dalam, apabila bengkokan sendi lutut terlalu dalam, tendangan tungkai tidak
efisien dan tahanan depan menjadi lebih besar (Sumarno, 1999 : 85).
C.
GERAKAN TUNGKAI
Gerakan tungkai pada gaya kupu-kupu dilakukan naik turun secara
terus menerus dengan sumber tenaga pada pangkal paha, fase istirahat pada
gerakan tungkai dilakukan pada saat tungkai naik ke atas dan fase bekerja saat
tungkai menekan ke bawah dan diakhiri dengan lecutan punggung kaki. Pada
dasarnya gerakan kaki terdiri dari dua tekanan, yaitu tekanan kuat dan tekanan
lemah, kedua gerakan itu dilakukan secara berangkai, naik turunnya kaki berada
pada satu bidang datar. Kelentukan tungkai sangat diperlukan terutama pada
pergelangan kaki. Pada saat melipat tungkai hendaknya tidak menarik lutut ke
bawah, melainkan menarik betis atau tungkai bawah agak ke atas. Pada saat
melakukan gerakan memukul kedua tungkai diakhiri dengan lecutan punggung kaki,
diusahakan akar posisi akhir tungkai lurus ke bawah, dengan gerakan ini memaksa
pinggul naik ke atas permukaan air (Soejoko, 1992 : 97).
Menurut Sumarno (1999 : 85) tendangan tungkai pada gaya kupu-kupu
yaitu tungkai bergerak naik turun secara vertikal, yang dilakukan secara
bersamaan (serentak) dan simetris antara tungkai kanan dan tungkai kiri.
Gerakannya dimulai dari pangkal paha dengan cara menekuk persendian lutut
dengan sudut ± 160°, sehingga telapak kaki tidak keluar dari permukaan air,
hanya sebagian kecil dari telapak kaki yaitu jari-jari kaki saja yang keluar
dari permukaan air. Gerakan tungkai ke atas di lakukan relaks dan pelan,
gerakan tungkai ke bawah dengan kekuatan yang besar. Pada satu kali putaran
lengan, gerakan tendangan tungkai dilakukan dua kali.
Tendangan pertama dilakukan dengan kuat dan cepat sedangkan
tendangan ke dua pelan dan tidak dalam. Fungsi dari tendangan ke dua untuk
menormalkan gerakan pertama sehingga pantat tidak muncul tinggi ke atas, hal
ini akan dapat mengurangi tahanan depan. Ayunan tungkai pada gaya kupu-kupu
bukan ayunan kaki saja tetapi merupakan gerakan seluruh bagian tubuh dengan
puncak pada getaran telapak kaki (David G. Thomas, 1996 : 71).
D.
GERAKAN LENGAN
Pada gaya kupu-kupu gerakan lengan terdiri dari beberapa fase yaitu:
(1) Fase masuknya lengan ke permukaan air (entry phase) dilakukan dengan
cara: kedua ujung jari terlebih dahulu atau kedua ibu jari lebih dulu. Sebagai
akibat dari masuknya ibu jari lebih dahulu maka kedua telapak tangan akan
menghadap keluar. (2) Fase membuka dan menangkap atau menyapu keluar (catch
phase atau out ward sweep). Fase ini dilakukan dengan didahulukan membuka
lengan keluar dan diakhiri dengan menangkap melalui lengkungan telapak tangan
dan sudut yang dibentuk antara ibu jari dengan telapak tangan adalah antara 38°
- 62°. Sedangkan sudut yang dibentuk antara telapak tangan dengan air berkisar
30° - 40°. (3) Fase menarik atau fase menyapu ke dalam (pull phase atau inward
sweep), fase ini hendaknya didahului dengan posisi telapak tangan yang
membentuk sudut 30°- 40°. Saat melakukan sapuan dalam agar dilakukan dengan
ayunan lengan bawah hingga kedua tangan dalam posisi siap mendorong. Ahir fase
ini berada di bawah dada bagian bawah. (4) Fase mendorong (push phase) sebelum
mulai mendoronng putarlah kedua lengan hingga kedua ujung jari tangan menunjuk
ke arah dasar kolam dengan telapak tangan menghadap keluar ke arah perpanjangan
tubuh bawah. Fase ini mulai dari posisi bawah dada hingga berakhir di bawah
pangkal paha dengan akhir dorongan ke samping, telapak tangan sedikit menghadap
keluar. Usahakan agar pada akhir dorongan kedua lengan lurus ke belakang. (5)
Fase Istirahat (recovery phase) ketika kedua lengan keluar dari
permukaan air setelah melakukan dorongan keluarnya telapak tangan tetap
menghadap ke dalam (ibu jari dibawah), sehingga telapak tangan keluar pada satu
lubang dengan garis lurus sepanjang tubuh (Soejoko, 1992 : 99).
Pada gaya kupu-kupu kedua lengan harus digerakkan secara serempak
dan simetris antara lengan kiri dan lengan kanan. Gerakan lengan pada gaya
kupu-kupu terbagi atas 2 bagian, yaitu: gerakan sapuan dan gerakan recovery.
Gerakan sapuan terdiri dari menarik (pull) dan gerakan mendorong (push).
Setelah tangan masuk ke dalam air maka dimulailah dengan tarikan lengan ke arah
luar (sapuan luar), kemudian gerakan berubah arah dengan memutar ke arah dalam
(sapuan dalam). Pada saat berputar ke dalam siku ditekuk ± 135°. Gerakan
selanjutnya tangan berubah arah memutar keluar dan mendorong (sapuan atas),
akhir dari dorongan apabila kedua ibu jari tangan menyentuh paha. Selama sapuan
lengan membuat gerakan seperti lubang kunci (key-hole) (Sumarno, 1999 :
87 – 88).Gerakan recovery adalah gerakan lengan dari saat akhir sapuan
sampai dengan saat permulaan sapuan. Setelah kedua lengan keluar dari air,
lengan di putar ke depan pada posisi yang rendah dan dalam bentuk parabola yang
datar. Gerakan ini dilakukan dengan relaks, kedua lengan masuk ke dalam air
pada titik sedikit diluar garis bahu (Sumarno, 1999 : 87 - 88).
E.
PERNAPASAN
Pengambilan napas pada gaya kupu-kupu dilakukan dengan mengangkat
kepala ke atas saat akhir dari tarikan (Sapuan luar) dan berakhir pada sapuan
atas. Pengambilan udara dilakukan saat sapuan atas dan pertengahan pertama recovery.
Kepala segera masuk bersamaan dengan masuknya tangan (Tri Tunggal, dkk, 2004 :
4). Pengambilan napas dilakukan dengan cepat membuka mulut dan memasukkan udara
melalui mulut secara cepat (meledak), untuk menghindari bertambahnya tahanan
depan kepala segera diturunkan setelah pengambilan napas. Udara dikeluarkan di
dalam air pada saat kepala akan keluar dari permukaan air, pengeluaran udara
juga dilakukan dengan cepat.
F.
GERAKAN KESELURUHAN
Pada gaya kupu-kupu harus ada koordinasi gerakan lengan dengan
tungkai yang berirama, terutama sikap badan yang naik turun secara vertikal
seperti ikan dolphin. Pada satu kali putaran lengan terjadi tendangan
dua kali, keras dan pelan. Pada saat permulaan tarikan (sapuan luar) dilakukan
tendangan pertama (keras) dan pada saat dorongan lengan (sapuan atas) dilakukan
tendangan ke dua (pelan), (Sumarno, 1999 : 90).
Pada saat kedua lengan berada lurus didepan, kepala berada di bawah
permukaan air, tungkai melakukan satu pukulan pelan dan ketika membuang udara
dibawah permukaan air telapak tangan melebar ke samping sampai maksimal,
lecutan tungkai dengan tekanan pelan berakhir sehingga membentuk posisi lurus.
Lengan segera membentuk lekukan untuk melakukan sapuan (pull). Sapuan
lengan menuju ke arah perut, kemudian tungkai mulai bergerak dengan lecutan.
Pada saat lengan berada dibawah pusar sapuan lengan berakhir dan dilanjutkan
dengan sapuan / dorongan (push), pada posisi ini kepala mulai diangkat
untuk melakukan lecutan (pukulan), lecutan tungkai dilakukan bersamaan dengan
sapuan atas (dorongan) dan siap mengambil napas ke atas permukaan air. Setelah
berakhirnya gerakan lengan disamping paha siku diangkat untuk melakukan recovery
di atas permukaan air. Serentak dengan sikap itu pengambilan napas
berakhir. Setelah melakukan recovery kedua lengan bergerak ke depan
untuk melakukan entry kembali (Soejoko, 1992 : 101 – 106).
G. START
Start merupakan awal dari perlombaan. Start
yang baik dan benar akan memberi andil yang besar dalam suatu perlombaan. Start
dikatakan baik dan benar apabila menghasilkan luncuran yang jauh. Luncuran
tersebut disebabkan oleh tolakan kedua tungkai serta ayunan lengan dan gerakan
dari badan. Untuk dapat mencapai prestasi yang tinggi, perenang tidak cukup
berbekal kemampuan melakukan gerakan renang dengan benar saja tetapi harus
dapat melakukan start dengan cara yang baik dan benar. Tidak sedikit
perenang yang kalah dalam berlomba karena kurang menguasai start yang
baik dan benar. Untuk dapat melakukan start yang baik dan benar harus didukung
oleh komponen fisik yang baik diantaranya adalah kekuatan otot tungkai (power
/ daya ledak). Pada olahraga renang cara melakukan start ada 2
macam, yaitu: (1) start atas (pada start block) untuk gaya renang
dengan posisi tubuh telungkup, yaitu gaya crawl, gaya dada, dan gaya
kupu-kupu (2) Start bawah digunakan khusus untuk renang gaya punggung.
Ditinjau dari sikapnya start terdiri dari:
a.
Start bebas
Start ini dilakukan setelah ada aba-aba start
“Awas!” perenang mengambil posisi di bibir balok start dengan sikap
membungkuk, kedua lengan berada di samping tubuh dengan patokan ujung kedua
lengan berada disamping pinggul, arah pandangan ke depan (ke balok start).
Begitu aba-aba start seperti peluit, bel dan bendera dengan serentak
kedua lengan mengayun ke depan dan kedua ujung lengan lurus ke depan, kedua
tungkai menolak sampai pada posisi tungkai menjadi lurus sampai masuk ke
permukaan air.
b. Arm Swing Start
Start ini dilakukan setelah ada aba-aba
“awas!” perenang maju ke bibir balok start untuk mengambil sikap dimana
kedua lengan berada lurus di depan posisi tubuh membungkuk. Setelah aba-aba
peluit, bel, dan atau bendera kedua lengan diputar 360° dalam keadaan lengan
tetap lurus, sehingga kembali ke depan. Bersamaan dengan ayunan lengan ke depan
ketika itu pula tungkai menolak balok start untuk membawa tubuh melayang
di udara dan selanjutnya masuk ke permukaan air
c. Grab Start
Salah satu macam start adalah grab start, dilakukan
setelah aba-aba “awas !”, perenang maju ke bibir balok start dan
mengambil sikap kedua ibu jari kaki dan kedua telapak tangan berada pada bibir
balok start, kedua telapak tangan pada sikap untuk mendorong. Pada aba-aba
start seperti peluit atau bel, tangan mendorong bibir balok start sehingga
memaksa tubuh condong ke depan. Bersamaan posisi badan akan jatuh ke depan
kedua kaki menolak sehingga membawa tubuh melayang di atas permukaan air.
Ketika melayang tubuh diluruskan dengan kedua lengan lurus ke depan. Bersamaan
dengan tubuh akan masuk air, kepala segera menunduk berada di antara kedua
lengan. Dengan menunduknya kepala di antara kedua lengan akan mengangkat
pinggul naik, selanjutnya masuk ke permukaan air dengan sempurna (Soejoko, 1992
: 111).
d.
Start
dengan ayunan lurus
Start ini dilakukan khusus untuk gaya
punggung dan dilakukan dari posisi bergantung pada balok start. Gerakan
ini dimulai setelah aba-aba “Awas!” kedua lengan dibengkokkan dan bahu mendekat
pada pegangan yang dipasang melintang, sehingga tubuh membentuk sikap
membungkuk, serentak dengan bunyi peluit, atau aba-aba start lainnya
kedua lengan diayun ke atas / samping bahu sehingga membentuk lingkaran pada
satu bidang datar dan pertemuan kedua lengan itu berakhir di atas kepala,
lengan berada dalam keadaan lurus.
Start yang dimaksud dalam penulisan ini
adalah start renang gaya kupu-kupu dengan menggunakan grab start,
dalam perkembangan renang saat ini para perenang banyak menggunakan start atas
dengan grab start karena gerakannya paling mudah dan efektif. Untuk
dapat melakukan start dengan baik harus didukung dengan kondisi fisik
yang baik. Sedangkan usaha untuk meningkatkan kondisi fisik harus melaksanakan
latihan darat terprogram.
H.
KEKUATAN OTOT TUNGKAI
Kekuatan adalah salah satu unsur kondisi fisik yang sangat dominan
dalam kehidupan manusia yang berhubungan dengan gerak serta aktivitas manusia.
Tanpa memiliki kekuatan manusia tidak mungkin akan dapat mempertahankan
hidupnya dengan baik dan wajar. Unsur kondisi fisik lainnya adalah kecepatan,
daya tahan, kelentukan, kelincahan, keseimbangan, dan koordinasi. Kondisi fisik
adalah salah satu prasyarat yang sangat diperlukan dalam setiap usaha
peningkatan prestasi, bahkan sebagai landasan dasar suatu olahraga prestasi.
Unsur kondisi fisik merupakan satu kesatuan yang utuh dari komponen-komponen
yang tidak dapat dipisahkan, baik dalam peningkatanya maupun pemeliharaannya.
Komponen-komponen kondisi fisik ini harus seluruhnya dikembangkan walaupun
perlu memprioritaskan status dan kegunaannya. Bila atlet memiliki kondisi fisik
yang baik akan terlihat tanda-tanda peningkatan sistem kerjanya dalam
melakakukan gerak. Serta adanya pemulihan (recovery) yang baik setelah
melakukan aktivitas (latihan). Jadi atlet sebelum terjun mengikuti perlombaan
harus mempersiapkan kondisi fisiknya dan kesegaran jasmani yang baik dan
betul-betul fit untuk menghadapi suatu perlombaan.
Selanjutnya akan dibahas tentang salah satu unsur kondisi fisik yang
sangat diperlukan oleh setiap atlet yaitu: kekuatan (strength).
Pengertian dari kekuatan adalah kemampuan kelompok otot untuk mengatasi suatu
beban atau tahanan dalam menjalankan aktivitas (A. Hamidsyah Noor, 1996 : 135).
Latihan kekuatan mutlak harus diberikan pada setiap atlet untuk semua cabang
olahraga. Latihan kekuatan harus diberikan paling awal sebelum pengembangan
unsur kondisi fisik lainnya. Sebab kekuatan merupakan daya penggerak setiap
aktivitas fisik dan merupakan peranan penting dalam melindungi atlet dari
cedera serta membantu memperkuat stabilitas sendi-sendi.
Sesungguhnya yang dibutuhkan dalam cabang olahraga tidak hanya
kekuatan saja tetapi unsur kekuatan dan kecepatan (power). Pengertian power
adalah hasil dari force x velocity (P = F x V). Sebagai
contoh 2 perenang dengan gaya kupu-kupu sama-sama menempuh jarak 20 meter,
salah satu perenang dapat menyelesaikan jarak lebih cepat di katakan memiliki power
yang lebih baik dari perenang yang agak lama menyelesaikan jarak tempuhnya.
Disinilah sesungguhnya manfaat dari power yang harus dimiliki oleh
setiap atlet. Untuk mengembangkan kekuatan adalah dengan memberikan
latihan-latihan tahanan (resistence–exercises) dalam bentuk: mengangkat,
mendorong, menahan, dan menarik suatu beban tahanan (A. Hamidsyah Noor, 1996 :
136).
Menurut Moeljono (1996 : 236) kekuatan otot menggambarkan kontraksi
maksimal yang dihasilkan oleh sekelompok otot. Pada kontraksi otot memendek dan
besarnya pemendekan bergantung pada beban yang harus ditahan. Mula-mula otot
melakukan kontraksi tanpa pemendekan (isometrik) sampai mencapai tegangan yang
seimbang dengan beban, kemudian terjadilah kontraksi dengan pemendekan. Perlu
ditekankan bahwa pada kekuatan otot (muscle strength) yang diukur adalah
kekuatan maksimal isometrik. Kontraksi maksimal dapat dilakukan dengan berbagai
cara dan hasil yang diperoleh berdasarkan koordinasi otot agenis antagomis serta
sistem pengungkit yang terlibat. Faktor fisiologis yang mempengaruhi kekuatan
kontraksi otot antara lain: usia / umur, jenis kelamin, dan suhu otot.
Faktor lain yang turut menentukan baik tidaknya kekuatan adalah (1)
besar kecilnya fibril otot, banyaknya fibril otot yang ikut serta
dalam melawan beban serta tonus otot. (2) Dari bentuk rangka tubuh,
makin besar rangka tubuh makin baik. (3) Faktor umum juga ikut menentukan,
atlet yang berusia tua (30 tahun lebih) kekuatannya akan berkurang. (4)
Pengaruh psikis dari dalam maupun dari luar.
Kekuatan adalah suatu kualitas peregangan yang ditimbulkan dalam
keadaan kontraksi maksimal yang ditentukan oleh volume otot dan kontrol saraf
otot-otot yang bekerja Bouchard et al, (1975), yang dikutip oleh Tri
Tunggal, dkk, (2004 : 6). A. Hamidsyah Noer (1996 : 135) mengatakan kemampuan otot
atau sekelompok otot untuk mengatasi suatu beban atau tahanan dalam menjalankan
aktivitas. Setiap perenang bergerak baik disadari atau tidak disadari terdapat
dua kekuatan yang berlawanan, satu kekuatan yang menghalangi gerakan itu
disebut hambatan dan kekuatan yang lain yang menyebabkan perenang tersebut
bergerak maju disebut dorongan atau daya dorong. Perenang mendapat hambatan
balik dari pusaran air maupun tahanan air didepannya, sedangkan daya dorong
diperoleh dari gerakan (sapuan) lengan dan gerakan tungkai. Cepat atau
lambatnya gerakan maju dalam renang ditentukan besarnya daya dorong dan
kecilnya hambatan, daya dorong sangat ditentukan oleh kekuatan diantaranya
kekuatan otot tungkai. Dalam cabang renang ukuran prestasi adalah kecepatan
waktu, agar dapat menghasilkan kecepatan harus didukung oleh beberapa unsur
kondisi fisik, yaitu: kekuatan, daya tahan, dan kelentukan. Kekuatan yang
mendukung kecepatan berenang adalah kekuatan otot lengan dan kekuatan otot tungkai
(Soejoko :1992 : 1 – 2).
0 komentar:
Posting Komentar
SiLahkan tinggaLkan komentar sebagai jejak bahwa Anda pernah berkunjung di zhaLabe.bLogspot.com.
Terima kasih !!!