A. Klasifikasi Teori Belajar dalam
Pembelajaran
Untuk
mendasari strategi pembelajaran maka perlu dibahas teori-teori belajar yang
akan mendasari penerapan strategi pembelajaran. Secara garis besar teori
belajar menurut Gredler (1991) dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
1.
Conditioning theory,
Conditioning
theory Conditioning theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa belajar
merupakan suatu respons dari stimulus tertentu. Teori ini dikemukakan oleh
Pavlov, dan dikembangkan oleh Watson, Guthreic, dan Skinner.Pavlov
mengembangkan teori belajar ini dengan disebut juga conditioning reflex, sebab
yang dipelajari adalah gerakan gerakan otot sederhana yang secara otomatis
bereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Reflex juga dapat ditimbulkan oleh
perangsang lain yang mulanya tidak menimbulkan reflex.Secara rinci hasil dari eksperimen
yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
• Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan
yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah
satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
• Law of Respondent
Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah
diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.Selanjutnya Watson
mengembangkan teori belajar dengan berpola pada penemuan Pavlov,dia berpendapat
bahwa belajar adalah merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respons
bersyarat melalui stimulus pengganti.
Guthreic
memperluas penemuan Watson yang dikenal dengan the law of association, yaitu
suatu kombinasi stimuli yang telah menyertai suatu gerakan, cenderung
menimbulkan gerakan apabila kombinasi stimuli itu muncul kembali. Maksudnya
jika sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama akan
mengerjakan hal yang serupa lagi.Skinner mengembangkan teori belajar ini dengan
teori operant conditioning, yaitu tingkah laku bukanlah sekedar respons
terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan yang disengaja atau operant. Teori ini
terlihat bahwa di dalam belajar diperlukan adanya pengulangan-pengulangan suatu
stimulus untuk mendapatkan respons.Secara rinci hasil dari eksperimen yang
dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati
menghasilkan hukum-hukum belajar, di antaranya :
• Law of operant
conditioning yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
• Law of operant
extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber
(Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons
dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan
oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada
dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah
respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus
lainnya seperti dalam classical conditioning.
2.
Connection theories
Connection
theories merupakan teori belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan
pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respons. Teori belajar ini
dikembangkan oleh Thorndhike yang juga dinamakan trial and error learning. Hal
ini disebabkan karena proses belajar dapat melalui coba-coba dalam rangka
memilih respons yang tepat bagi stimulus tertentu. Hukum belajarnya dinamakan
Law effect, yaitu:
•Segala tingkah laku
yang menyenangkan akan diingat dan mudah dipelajar.
•Segala tingkah laku
yang tidak menyenangkan akan diingat dan mudah dipelajari.
•Aplikasi dari teori
ini dengan adanya pemberian ganjaran, hukuman, dan lain sebagainya.
Secara
rinci hasil eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan
hukum-hukum belajar, di antaranya:
• Law of Effect;
artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka
hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak
memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang
terjadi antara Stimulus- Respons.
• Law of Readiness;
artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal
dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini
menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.
• Law of Exercise;
artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah
erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak
dilatih.
3.
Insightful Learning
Insightful
learning adalah belajar menurut pandangan kognitif. Disebut juga Gestalt dan
Field Teories. Teori mengutamakan pengertian dalam proses belajar mengajar,
jadi bukan ulangan seperti halnya kedua teori terdahulu. Dengan demikian
menurut teori ini belajar merupakan perubahan kognitif (pemahaman). Belajar
bukan hanya ulangan tetapi perubahan struktur pengertian.
Aplikasi
teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
• Pengalaman tilikan
(insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam
proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu
kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek atau peristiwa.
• Pembelajaran yang
bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan
menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna
hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat
penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah
dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik
hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
• Perilaku bertujuan
(purposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya
terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan
dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif
jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru
hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu
peserta didik dalam memahami tujuannya.
• Prinsip ruang
hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan tempat ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya
memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta
didik.
Transfer
dalam belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi
dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi
tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam
tata-susunan yang tepat. Jadi menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip
pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan
umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah
menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi
untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh
karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai
prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
Selanjutnya
teori Gestalt dikembangkan oleh Piaget. Menurut teori Piaget teori belajar
merupakan:
• Proses belajar
dari konkret ke yang abstrak.
• Pertumbuhan
kapasitas mental memberikan kemampuan mental baru yang sebelumnya.
• Perubahan umur
mempengaruhi kemampuan belajar individu.
Teori
belajar Brunner merupakan pengembangan dari teoeri Gestaltl insightful
learning. Dalam teori Brunner dikatakan untuk mendapatkan pemahaman belajar
dengan menemukan sendiri, sehingga menggunakan pendekatan discovery learning.
Pendekatan ini, pemahaman pesrta didik didapatkan secara induktif.Dalam
pendekatan ini mengandung makna bahwa refleksi belajar berkisar pada manusia
sebagai pengolah terhadap informasi (masukan) yang diterimanya untuk memperoleh
pemahaman. Dasar pikiran teori ini adalah:
• Belajar berinteraksi dengan lingkungan secara aktif.
• Belajar berinteraksi dengan lingkungan secara aktif.
• Orang menciptakan
sendiri suatu kerangka kognitif bagi diri sendiri.
Namun
demikian teori ini juga ada kelemahannya, yaitu memerlukan banyak biaya, waktu
lama, dan kepemilikan teori dasar mutlak diperlukan. Untuk mengurangi
kekurangan tersebut ada pengembangan teori insightful learning ini dengan tetap
membangun kerangka kognitif sendiri tidak dengan induktif tetapi deduktif. Jadi
peserta tidak harus mengalami sendiri.
Teori
terakhir ini dikembangkan oleh Ausebel dengan nama teori bermakna. Belajar
bermakna tidak mutlak harus menemukan sendiri, yang penting peserta dapat
membentuk kerangka kognitif sendiri, yang selanjutnya dikembangkan dengan peta
konsep.Dalam penerapannya sebenarnya guru dapat saja memadukan beberapa teori
belajar di atas. Hanya saja biasanya seorang guru akan mempunyai kecenderungan
ke arah mana mereka akan bertindak. Pada saat ini yang banyak dikembangkan
adalah teori yang ke tiga, karena diharapkan siswa lebih banyak memahami atau
mengerti dibandingkan hanya menghafal saja tanpa pemahaman. Karena dengan
menghafal saja konsep-konsep materi akan segera dilupakan lagi.
Berdasarkan
teori-teori di atas muncul adanya prinsip-prinsip belajar yang sebenarnya
merupakan penggabungan dari beberapa teori belajar. Prinsip belajar itu antara
lain berupa perhatian dan motivasi, kreativitas, keterlibatan
langsung/pengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, dan
perbedaan individu.
B. Implikasi Prinsip-prinsip Belajar Dalam
Pembelajaran
1.
Pengertian
Prinsip
- Sesuatu yang dipegang sebagai panutan yang utama (Badudu&Zein, 2001:1089)
- Sesuatu yang menjadi dasar dari pokok berpikir, berpijak dsb (Syah Djanilus, 1993)
- Sesuatu kebenaran yang kebenarannya sudah terbukti dengan sendirinya (Dardiri, 1996)
2.
Pengertian
Belajar
- Suatu aktifitas mental & psikis dalam berinteraksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku pada diri sendiri (Wingkel, 1987)
- Suatu perilaku yang ditimbulkan dari respon belajar (Skinner)
- Suatu aktifitas atau pengalaman yang menghasilkan perubahan pengetahuan, perilaku dan pribadi yang bersifat permanen (Walra, rochmat, 1999:24)
Prinsip Belajar adalah landasan
berpikir,landasan berpijak, dan sumber motivasi agar PBM dapat berjalan dengan
baik antara pendidik denganb peserta didik
Prinsip Belajar Menurut Slameto
1. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar
2. Sesuai dengn materi yang dipelajari
Prinsip Belajar Menurut Gestalt
Adalah suatu transfer belajar antara pendidik dan peserta didik sehinnga mengalami perkembangan dari proses interaksi belajar mengajar yang dilakukan secara terus menerus dan diharapkan peserta didik akan mampu menghadapi permasalahan dengan sendirinya melalui teori-teori dan pengalaman-pengalaman yang sudah diterimanya.
Prinsip Belajar Menurut Robert H Davies
Suatu komunikasi terbuka antara pendidik dengan peserta didik sehingga siswa termotivasi belajar yang bermanfaat bagi dirinya melalui contoh-contoh dan kegiatan praktek yang diberikan pendidik lewat metode yang menyenangkan siswa.
Prinsip Belajar Menurut Rochman Natawidjaja dkk
• Prinsip efek kepuasan (law of effect)
• Prinsip Pengulangan (law of exercise)
• Prinsip kesiapan (law of readiness)
• Prinsip kesan pertama (law of primacy)
• Prinsip makna yang dalam (law of intensty)
• Prinsip bahan baru (law of recentcy)
• Prinsip gabungan (perluasan dari prinsip efek kepuasan dan prinsip pengulangan)
Prinsip Belajar Secara Umum
• Perhatian dan Motivasi
• Keaktifan
• Keterlibatan langsung atau pengalaman
• Pengulangan
• Tantangan
• Balikan dan penguatan (law of effect)
• Perbedaan individual
Prinsip Belajar Menurut Slameto
1. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar
2. Sesuai dengn materi yang dipelajari
Prinsip Belajar Menurut Gestalt
Adalah suatu transfer belajar antara pendidik dan peserta didik sehinnga mengalami perkembangan dari proses interaksi belajar mengajar yang dilakukan secara terus menerus dan diharapkan peserta didik akan mampu menghadapi permasalahan dengan sendirinya melalui teori-teori dan pengalaman-pengalaman yang sudah diterimanya.
Prinsip Belajar Menurut Robert H Davies
Suatu komunikasi terbuka antara pendidik dengan peserta didik sehingga siswa termotivasi belajar yang bermanfaat bagi dirinya melalui contoh-contoh dan kegiatan praktek yang diberikan pendidik lewat metode yang menyenangkan siswa.
Prinsip Belajar Menurut Rochman Natawidjaja dkk
• Prinsip efek kepuasan (law of effect)
• Prinsip Pengulangan (law of exercise)
• Prinsip kesiapan (law of readiness)
• Prinsip kesan pertama (law of primacy)
• Prinsip makna yang dalam (law of intensty)
• Prinsip bahan baru (law of recentcy)
• Prinsip gabungan (perluasan dari prinsip efek kepuasan dan prinsip pengulangan)
Prinsip Belajar Secara Umum
• Perhatian dan Motivasi
• Keaktifan
• Keterlibatan langsung atau pengalaman
• Pengulangan
• Tantangan
• Balikan dan penguatan (law of effect)
• Perbedaan individual
3.
Teori Serta Implikasi Prinsip Belajar Bagi Siswa
dan Bagi Guru
Implikasi Prinsip Belajar
|
Bagi Siswa
|
Bagi Guru
|
Perhatian dan
Motivasi
|
Dituntut
memberikan perha-tian terhadap semua rang-sangan yang mengarah pada
tercapainya tujuan belajar.
|
Mengunakan
metode yang bervariasi...
Mmemilih
bahan ajar yang diminati siswa..
|
Keaktifan
|
Dituntut
dapat memproses dan mengolah hasil belajarnya secara efektif serta aktif baik
secara fisik, intelektual dan emosional.
|
Memberikan
kesempatan pada siswa untuk melakukan eksperimen sendiri
|
Keterlibatan
langsung/
Pengalaman
|
Dituntut agar
siswa me-ngerjakan sendiri tugas yang diberikan guru kepada mereka.
|
Melibatkan
siswa dalam mencari informasi, merang-kum informasi dan menyim-pulkan
informasi.
|
Pengulangan
|
Kesadaran
siswa dalam me-ngerjakan latihan-latihan yang berulang-ulang
|
Merancang
hal-hal yang perlu di ulang.
|
Tantangan
|
Diberikan
suatu tanggungja-wab untuk mempelajari sendiri dengan melakukan ekspe-rimen,
belajar mandiri dan mencari pemecahan sendiri dalam menghadapi perma-salahan.
|
Memberikan
tugas pada siswa dalam memecahan permasa-lahan.
|
Balikan dan
penguatan
|
Mencocokan
jawaban antara siswa dengan guru
|
Memberikan
jawaban yang benar dan memberikan kesimpulan dari materi yang telah
dijelaskan atau di bahas.
|
Perbedaan
Individual
|
Belajar
menurut tempo kecepa-tan masing-masing siswa
|
Menentukan
metode sehingga dapat melayani seluruh siswa
|
a. Perhatian dan Motivasi.
BF
Skiner Operant Conditioning
Perhatian:
1. Menunjukkan tujuan.
1. Menunjukkan tujuan.
2. Metode
bervariasi.
3. Media yang
sesuai.
4. Gaya bahasa tidak
monoton.
5. Pertanyaan
membimbing.
Motivasi:
1. Bahan ajar sesuai minat siswa.
1. Bahan ajar sesuai minat siswa.
2. Metode dan teknik
yang disukai siswa.
3. Memberitahu hasil
pekerjaan siswa.
4. Penguatan.
b. Keaktifan Teori kognitif,
Teori
Thorndike (Hukum belajar law of exercise)
1. Multi metode dan
media.
2. Tugas individu
dan kelompok.
3. Eksperimen dan
memecahkan masalah.
4. Mengerti isi
bacaan.
5. Tanya jawab dan
diskusi.
c. Keterlibatan langsung/Berpengalaman.
John
Dewey (Learning by doing) Piaget (konkret – abstrak).Brunner (Discovery
Learning)
1. Pembelajaran
individual dan kelompok.
2. Eksperimen.
3. Media.
4. Psikomotorik.
5. Mencari informasi
sendiri.
6. Merangkum.
7. Guru sebagai
menejer dan pengelola.
d. Pengulangan Teori psikologi daya.
Connection
Theories (Thorndike-Low of exercise)
6. Merancang
pengulangan.
7. Mengembangkan soal-soal.
8. Petunjuk kegiatan.
9 . Alat evaluasi.
10 . Bervariasi.
e . Tantangan Conditioning Theory.
1 Eksperimen
individual dan kelompok kecil.
2 Tugas pemecahan
masalah.
3 Menyimpulkan isi.
4 Menyajikan
pelajaran dengan tidak detail.
5 Menemukan konsep,
fakta, prinsip, generalisasi.
6 Diskusi.
f. Balikan dan penguatan.
Teori
Medan (Field Theory)Kurt Lewin.
1. Memantapkan
jawaban siswa yang benar.
2 .Membenarkan
jawaban siswa yang salah.
3 .Mengoreksi PR.
Catatan-catatan pada tugas.
5. Membagi lembar
jawaban siswa.
6. Peringkat.
7. syarat.
8. Hadiah.
g. Perbedaan Individual.
BF
Skiner (Operant Conditioning)Thorndike (Low of Effect).
1. Multi metode dan
media.
2. Mengenali
karakteristik siswa.
3. Pengayaan dan
remidiasi
2.3 Paradigma
Pembelajaran
Teori-teori
belajar yang telah ditemukan akan digunakan dalam konteks pembelajaran.
Kecenderungan penggunaan teori-teori belajar akan menghasilkan pandangan atau
paradigma pembelajaran yang digunakan. Paradigma pembelajaran dapat dibedakan
secara garis besar menjadi 2, yaitu: (1) paradigma behaviorisme dan (2)
paradigma konstruktivisme.
Paradigma
Behaviorisme,Pandangan behaviorisme sebenarnya merupakan penerapan dari teori
belajar Conditioning theory dan Connection theories. Sebagai ilustrasi dapat
dicontohkan dari operant conditioning yang dikemukakan oleh B.F. Skinner.
Operant conditioning ialah sebuah perilaku yang memberikan pengaruh pada
lingkungannya serta menimbulkan akibat. Sebaliknya, perilaku tersebut
dipengaruhi oleh akibat itu. Dan tindakan yang utama ialah pengadaan
reinforcement/penguatan. Kemungkinan terulangnya sebuah perilaku akan lebih
besar, jikalau akibat-akibat yang ditimbulkannya memberikan
reinforcement/penguatan.
Penjelasan
di atas dapat menggambarkan bahwa menurut operant conditioning ada tiga
komponen belajar, yaitu: (1) stimulus diskriptif, (2) respons peserta didik,
dan (3) konsekuensi perkuatan operan pembelajaran. Asumsi yang membentuk
landasan untuk conditioning theoris ini adalah: (1) Belajar adalah tingkah
laku, (2) Perubahan tingkah laku secara fungsional terkait dengan adanya
perubahan kejadian di lapangan, (3) Hubungan antara tingkah laku dan lingkungan
berpengaruh jika sifat tingkah laku dan kondisi-kondisi dapat terkontrol secara
seksama, (4) Data dari studi eksperimental tingkah laku merupakan satu-satunya
sumber informasi yang dapat diterima sebagai penyebab terjadinya tingkah laku,
(5) Tingkah laku organisme secara individual merupakan sumber data yang cocok,
(6) Dinamika interaksi organisme dengan lingkungan adalah sama untuk semua
jenis makhluk hidup.
Penerapan
teori tersebut dalam pembelajaran dari pandangan behaviorisme adalah teknik
pembelajaran berprogram yang mengatur bahan pelajaran menjadi bagian-bagian
kecil (operasional) dan memberikan penguatan pada jawaban-jawabannya
(reinforcement). Sehingga behavior modification merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan untuk mengubah perilaku seseorang sesuai dengan yang diinginkan,
melalui reinforcement berulang sampai perilakunya berubah.Dari sini mengandung
pengertian bahwa peserta didik diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan.
Penjelasan
di atas mengartikan bahwa belajar menurut pandangan behaviorisme sebagai
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke
orang yang belajar, sehingga tujuan pembelajaran ditekankan pada penambahan
pengetahuan. Pengetahuan itu telah terstruktur dengan rapi, objektif, pasti,
dan tetap, sehingga orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang
jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi
sangat esensial, atau dapat dikatakan ciri dari pembelajaran behavioristik
adalah adanya keteraturan.Ketatan pada aturan dipandang sebagai penentu
keberhasilan belajar. Peserta didik adalah objek yang harus berperilaku sesuai
dengan aturan. Kontrol belajar dipegang oleh sistem yang berada di luar diri
peserta didik. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikatagorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau
kemampuan dikatagorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Pembelajaran
cenderung mengikuti urutan kurikulum secara ketat. Aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada keterampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada
hasil.Kecenderungan pandangan ini adalah belajar merupakan perilaku yang
nampak. Menurut pandangan ini perilaku yang nampak sangat sesuai dalam
pembelajaran karena pengaruh teknologi yang serba rasional dan realistik serta
praktis, maka manusia saat ini cenderung untuk lebih operasional, lebih
menyukai yang nampak (observable), yang dapat diukur (measurable),
penampilan/kinerja (performance), dan kemasan yang rapai (appearance).
Permasalahan
yang timbul dari pandangan behaviorisme ini adalah adanya hal-hal yang mungkin
tidak tercakup dalam perilaku manusia yang tampak. Selain itu juga perlu
dipertimbangkan adalah apakah belajar bisa terjadi dalam lingkungan yang penuh
aturan? Tampaknya memang tidak mudah untuk menerapkan pandangan ini, untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diharapkan saat ini, yaitu
berpikir kreatif, dapat mengambil keputusan, dapat memecahkan masalah, belajar
bagaimana belajar, kolaborasi, dan pengelolaan diri. Karena menurut pandangan
ini rasanya tidak mungkin pembelajaran tanpa adanya ketaatan atau keteraturan.
Apapun
kelemahan dari pandangan ini, ternyata dewasa ini banyak teori-teori belajar
dalam lingkup pandangan behaviorisme yang diterapkan pada prinsip-prinsip
belajar yang diharapkan. Hal ini menandakan bahwa pandangan ini juga banyak
diterapkan dewasa ini, walau implikasinya banyak dipadukan dengan pandangan
konstruktivisme. Yang perlu dilakukan adalah harus dilihat dan dipilih secara
jeli mana yang dapat ditangani dengan menerapkan pandangan behaviorisme ini
dalam pembelajaran.
Paradigma
Konstruktivisme,Dasar paradigma konstruktivisme adalah memandang bahwa
pengetahuan bersifat non objective, temporer, selalu berubah, dan tidak
menentu, sehingga ciri konstruktivisme adalah ketidakteraturan. Maksudnya
kebebasan menjadi unsur yang esensial dalam lingkungan belajar, karena hanya di
alam yang penuh kebebasan peserta didik dapat mengungkapkan makna yang berbeda
dari hasil interpretasinya terhadap segala sesuatu yang ada di dunia nyata.
Menurut
pandangan konstruktivisme, belajar adalah penyusunan pengetahuan dari
pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi.
Sedangkan mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam
menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Dengan demikian maka pesrta
didik akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada
pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Implikasi
pembelajaran dari pernyataan di atas adalah guru diharapkan dapat mendorong
munculnya diskusi dalam rangka memberi kesempatan siswa untuk mengekplorasi
pikiran atau aktivitas dan keterampilan berpikir kritis. Selain itu guru
diharapkan dapat mengkaitkan informasi baru ke pengalaman pribadi atau
pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik.
Peserta
didik adalah subjek yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan
pengaturan diri dalam belajar, dan kontrol belajar dipegang oleh peserta didik.
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai
interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.
Implikasi
dalam pembelajaran dari pernyataan di atas adalah diharapkan guru menyediakan
pilihan tugas, sehingga tidak semua peserta didik harus mengerjakan tugas yang
sama. Dan juga beri kebebasan peserta didik untuk memilih bagaimana cara
mengevaluasi dirinya untuk mengukur kemampuan yang telah dikuasainya.Tujuan
pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana cara belajar, menciptakan
pemahaman baru yang sesuai aktivitas kreatif-produktif dalam konteks nyata,
yang mendorong peserta didik untuk berpikir ulang dan mendemonstrasikan. Dengan
demikian maka pembelajaran dan evaluasi menekankan pada proses.
Pembelajaran
dalam kontek konstruktivisme lebih diarahkan untuk melayani pertanyaan atau
pandangan peserta didik. Penyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan
secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan ke bagian. Dan evaluasi
merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang
menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari
dalam konteks nyata.
Implikasi dari pernyataan di atas adalah hendaknya guru memberikan kesempatan untuk menerapkan cara berpikir dan belajar yang paling cocok dengan dirinya. Beri kesempatan peserta didik untuk melakukan evaluasi diri tentang cara berpikirnya, tentang cara belajarnya, tentang mengapa ia menyukai tugas tertentu.
Implikasi dari pernyataan di atas adalah hendaknya guru memberikan kesempatan untuk menerapkan cara berpikir dan belajar yang paling cocok dengan dirinya. Beri kesempatan peserta didik untuk melakukan evaluasi diri tentang cara berpikirnya, tentang cara belajarnya, tentang mengapa ia menyukai tugas tertentu.
Secara
ringkas penataan lingkungan belajar berdasarkan pandangan konstruktivisme
menurut Wilson (1996) dalam Diptiadi (1997) adalah:
• Menyediakan
pengalaman belajar melalui proses pembentukan pengetahuan. Dalam hal ini dapat
dilakukan dengan cara peserta didik diajak ikut menentukan topik/sub topik
bidang studi yang mereka pelajari, metode pengajaran, dan strategi pemecahan
masalah.
• Menyediakan
pengalaman belajar yang kaya akan berbagai alternatif. Dalam hal ini dapat
dilakukan dengan peninjauan kembali masalah dari berbagai segi.
• Mengintegrasikan
proses belajar mengajar dengan konteks yang nyata dan relevan. Dalam hal ini
dapat dilakukan dengan mengupayakan peserta didik dapat menerapkan pengetahuan
yang didapat dalam kehidupan sehari-hari.
• Memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk menentukan isi dan arah belajar mereka.
Dalam hal ini guru berperan sebagai konsultan.
• Mengintegrasi
belajar dengan pengalaman bersosialisasi. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan
cara peningkatan interaksi antara guru-peserta didik dan peserta didik-peserta
didik.
• Meningkatkan
penggunaan berbagai media di samping komunikasi tertulis dan lisan.
• Meningkatkan
kesadaran peserta didik dalam proses pembentukan pengetahuan mereka. Dalam hal
ini diharapkan peserta didik mampu menjelaskan mengapa/bagaimana mereka
memecahkan masalah dengan cara tertentu.
Dengan
penataan lingkungan belajar seperti disebutkan di atas diharapkan mendapatkan
hasil aplikasi pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran, antara lain:
• Peserta didik memiliki sikap dan persepsi
positif terhadap belajar.
• Peserta didik
mengintegrasikan pengetahuan baru dengan struktur pengetahuan yang dimilikinya,
misalnya mengklasifikasikan, membandingkan, menganalisis, membuat
induksi–deduksi, memecahkan masalah.
• Peserta didik
memiliki kebiasaan mental yang produktif, untuk menjadi pemikir yang mandiri,
kritis, dan kreatif.
Secara
ringkas, manusia yang diharapkan dalam belajar konstruktivisme adalah berpikir
kreatif, berani mengambil keputusan, dapat memecahkan masalah, belajar
bagaimana belajar, kolaborasi, dan pengelolaan diri. Bila dihubungkan dengan
teori belajar terdahulu, yang sesuai dengan pandangan konstruktivistik ini
adalah kelompok teori belajar Insightful Learning, karena harapan hasilnya
adalah sama. Menurut pandangan konstruktivisme, belajar adalah penyusunan
pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta
interpretasi. Sedangkan mengajar adalah menata lingkungan agar peserta didik
termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Dengan
demikian maka peserta didik akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap
pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam
menginterpretasikannya.
Implikasi pembelajaran dari pernyataan di atas adalah guru diharapkan dapat mendorong munculnya diskusi dalam rangka memberi kesempatan peserta didik untuk meluapkan pikiran atau aktivitas dan keterampilan berpikir kritis. Selain itu guru diharapkan dapat mengkaitkan informasi baru ke pengalaman pribadi atau pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik
Implikasi pembelajaran dari pernyataan di atas adalah guru diharapkan dapat mendorong munculnya diskusi dalam rangka memberi kesempatan peserta didik untuk meluapkan pikiran atau aktivitas dan keterampilan berpikir kritis. Selain itu guru diharapkan dapat mengkaitkan informasi baru ke pengalaman pribadi atau pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik
Konstruktivisme
memandang bahwa pengetahuan adalah non objective,bersifat temporer,selalu
berubah, dan tidak menentu, sehingga ciri konstruktivisme adalah
ketidakteraturan. Maksudnya kebebasan menjadi unsur yang esensial dalam
lingkungan belajar, karena hanya di alam yang penuh kebebasan si belajar dapat
mengungkapkan makna yang berbeda dari hasil interpretasinya terhadap segala
sesuatu yang ada di dunia nyata.
Peserta didik adalah subjek yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar, dan kontrol belajar dipegang oleh peserta didik. Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.
Peserta didik adalah subjek yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar, dan kontrol belajar dipegang oleh peserta didik. Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.
Teori
Belajar Kognitif menurut Piaget,Piaget merupakan salah seorang tokoh yang
disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan
pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan
kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut
Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1)
sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal
operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan
individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa
asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their
mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses
to make it fit” sedangkan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind
or concepts by the process of assimilation”.
Dikemukakannya
pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan
untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi
dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru
hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal
dari lingkungan.
Implikasi
teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
• Bahasa dan cara
berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
• Anak-anak akan belajar
lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu
anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
• Bahan yang harus
dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
• Berikan peluang
agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
• Di dalam kelas,
anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan
teman-temanya.
Teori
Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne.Asumsi yang mendasari teori ini adalah
bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan.
Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Robert Gagne
(1985) bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan
dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif
yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari
lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut
Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu,(1) motivasi; (2)
pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6)
generalisasi; (7) perlakuan dan umpan balik.
0 komentar:
Posting Komentar
SiLahkan tinggaLkan komentar sebagai jejak bahwa Anda pernah berkunjung di zhaLabe.bLogspot.com.
Terima kasih !!!